Dahaga

Semesta mungkin bercerita, aku dijodohkan dengan lelaki tua. Dia: belaian angin di sore hari, perjalanan waktu, isi pada buku-buku.

Dia selalu mengajaku berkencan. Dia selalu memesan kausar, karena aku tahu dia terus dahaga. Aku memesan alat pemeras.

Manakala aku dapat meneguk secangkir saja yang dihasilkan tubuh itu, maka aku akan memuntahkannya menjadi kata-kata. Aku pun dahaga bersua dengannya, menelan segala yang ada pada tubuhnya.

Purwokerto, November 2013

Comments

Populer Post

KEHIDUPAN DAN “PELAJARAN MENGARANG” DARI SANG PENGARANG

Isi Kepala Sapto*

Hidup Hanya Singgah untuk Memandang dan Mendengarkan

Menengok Adat Suku Sasak di Kampung Sade

Pembelaan yang Datang Terlambat