Posts

Showing posts from 2017

Menengok Adat Suku Sasak di Kampung Sade

Image
-Mulai dari Tari Peresean, Kawin Culik, sampai ke Tahi Kerbau Rombongan Riweuh Usai merampungkan beberapa acara, kami menyempatkan diri berkunjung ke Kampung Sade; sebuah kampung adat yang terletak di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Sesampainya di Kampung Sade, kami dan para pengunjung lain disuguhi iringan musik serta pertarungan kedua lelaki yang mengenakan pakaian adat. Bukan, bukan tarung betulan. Itu adalah tarian. Kalau kuping saya tidak keliru, pemandu bilang nama tari tersebut adalah tari Peresean. Tari Peresean “Tari Peresean ini ada sejak zaman kerajaan di Lombok. Tari ini diperagakan dalam rangka menyambut para prajurit saat pulang dari medan perang,” kata Talib si pemandu. Tari Peresean Tari atau pertarungan dengan iringan musik itu, disenjatai tongkat sebagai pemukul serta tangan kiri dilengkapi dengan tameng. Peraturannya, masing-masing petarung tidak boleh memukul bagian perut ke bawah. Hanya perut sampai kepala yang bo

Soal Menulis, Banyak Pelajaran dari Mahbub Djunaidi

Image
Jakarta,   NU Online Pada acara penyerahan sertifikat kepada alumni Kelas Menulis   NU Online   angkatan ketiga di gedung PBNU lantai 5, Pemred   NU Online   Mukafi Ni’am, memberikan motivasi menulis ke kader-kader muda NU yang hadir di kesempatan itu. Menurut Ni’am, menulis adalah proses yang panjang dan tidak bisa jika hanya berhenti belajar setelah Kelas Menulis   NU Online . Ia mengambil contoh perjalanan karir kepenulisan Mahbub Djunaidi, yang dijuluki sebagai Pendekar Pena. “Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari Mahbub. Dari kalangan NU, Mahbub termasuk   tokoh   yang menyejarah,” ungkapnya, Jumat (17/2) malam. Ni’am mengatakan, ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa   Islam   Indonesia (PMII) itu menjadi sejarah berkat menulis. Ni’am pun menceritakan rekam jejak dan komitmen Mahbub sebagai seorang penulis. Dalam usia yang masih sangat muda, Mahbub menjadi pemimpin redaksi Harian Duta, yang hal itu membuat seorang   tokoh   pers Indonesia, Rosihan Anwar, sem

EKS TAPOL*

Image
oleh Mahbub Djunaidi TEKADNYA sudah bulat jadi pegawai Pemda. Siapa tahu nasib baik bisa jadi gubernur, atau Mendagri. Sumpah jabatan dihafalnya luar kepala. Urusan dengan rakyat diselesaikannya dengan baik sebelum waktu yang diharapkan. Uang pelicin ditolaknya dengan tersenyum. Tapi kerikil ada di mana-mana. Karena kawan-kawan sekerja mengkritiknya berbini anak tapol, ia berpikir keras. Walau ia tahu persis bininya tak tahu apa-apa, tak tahu apakah Karl Marx itu sebangsa manusia atau jenis mobil, maka diajaknya sang bini bicara baik-baik. Demi kelancaran tugas, sebaiknya kita bercerai saja. Serentak didengarnya Juklak No 15 Kopkam 1982 yang menjamin seseorang mantap ideologi dan setia kepada pemerintahan dan negara, walau dari keluarganya ada yang terlibat G-30-S PKI, bisa tetap berada di kantor. Tokoh kita ini pun lekas-lekas kirim orang untuk menemui bekas bininya dan minta rujuk, hidup normal sebagaimana biasanya. Sang bini karena sudah kawin lagi dengan seorang usa

JENGGOT JABAR*

Image
oleh Mahbub Djunaidi PERGILAH ke seluruh pelosok Irak. Anda tidak bakal temui pria berjenggot, kecuali kumis. Apa karena dilarang Saddam Hussein? Sama sekali bukan. Itu cuma kesenangan dan selera belaka. Paling-paling karena dianjurkan istri masing-masing. Irak memang berkepentingan dengan ladang minyak, tapi tidak ada urusan dengan jenggot. Sebaliknya, pergilah ke Iran, Anda akan temui semua pria berjenggot mulai dari Khomeini sampai tukang bakso. Kenapa? Soalnya karena kesenangan dan selera. Pria Iran tanpa jenggot sama dengan ayam jago tanpa jengger, atau seperti ban mobil tanpa dop. Tidak ada aturan bahwa orang Syiah itu mesti berjenggot dan orang Baath itu hanya boleh berkumis. Berjenggot atau tanpa jenggot tidak ada hubungannya dengan ideologi dan UUD. Dan pergilah sekarang ke seluruh kantor Pemda Jawa Barat, mulai dari pantai hingga ke puncak gunung. Anda tidak akan jumpai pegawai berjenggot. Kenapa? Apa melanggar Pancasila dan UUD 45? Apa karena orang berjenggot itu dik

Tentang Atticus Finch

Image
10 A tticus sudah uzur; usianya hampir lima puluh. Waktu aku dan Jem bertanya mengapa dia begitu tua, katanya dia terlambat memulai, yang kami kira memengaruhi kemampuan dan kejantanannya. Dia jauh lebih tua darpada para orangtua teman sekolah kami, dan tak ada yang dapat aku atau Jem katakan tentang dia ketika teman-teman kami berkata, “Kalau ayah- ku… ” Jem gila football. Atticus tak pernah terlalu lelah untuk menemani berlatih, tetapi kalau Jem ingin men- tackel dia, Atticus berkata, “Aku sudah terlalu tua untuk itu, Nak.” Ayah kami tidak punya keistimewaan apa-apa. Dia bekerja di kantor, bukan di toko. Atticus tidak mengendarai truk sampah untuk pemerintah county, dia bukan sherrif, dia tidak berkebun, bekerja di bengkel, atau melakukan apa pun yang bisa menimbulkan kekaguman orang. Selain itu, dia berkacamata. Mata kirinya hampir buta, dan mata kiri yang bermasalah adalah kutukan keluarga Finch. Kalau ingin melihat sesuatu dengan lebih jelas, dia menoleh dan melihat de

RAMADHAN*

Image
Oleh Mahbub Djunaidi DILIHAT dari arah bintang, tidak ada beda antara calon kontestan yang dapat kursi dan yang tidak. Sama-sama menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan hati gembira. Begitu dengar bunyi beduk bertalu-talu, kedua golongan hamba Allah itu sama-sama mengucap syukur bisa diberi umur panjang bertemu lagi dengan bulan puasa. Sama-sama ke pasar beli sirup, dan sama-sama pula ke pasar beli dendeng kering. Sebab, di mata Tuhan kedua golongan itu tak ada beda karena yang jadi ukuran adalah takwanya. Dapat atau tidak dapat kursi sama sekali bukan ukuran. Di mata manusia, khusus di mata istri atau mertua, boleh jadi ada beda, tapi tidak di mata Tuhan. Boleh jadi golongan yang kebagian kursi sedikit lebih necis dibanding lainnya yang lebih klomprot, tapi kedua macam penampilan itu tidaklah begitu tampak dan pula tidaklah begitu menentukan. Yang penting, masing-masing sepakat bahwa mestilah dicamkan di dalam kalbu bunyi Al Qur’an dalam surah Al Baqarah ayat 183 “Wa

Rahasia Lusi*

Image
Oleh: Wahyu Noerhadi Pada Jumat malam, di minggu ketiga bulan Mei, ia belum juga mampu menekan satu tombol pun di keyboard komputernya. Sampai beberapa menit, halaman di layar komputer itu masih cukup bersih. Di halaman itu hanya ada satu nama, yang mungkin akan dijadikan sebagai judul karangan nya: LUSI. *** Lusi tiba di rumahnya sore hari. Biasanya ia tak pernah pulang terlambat. Lambat-lambatnya jam satu siang sudah tiba di rumah. Tapi, di sepanjang jalan dari sekolah ke rumahnya yang berjarak sekitar 500 meter, ia diikuti oleh seorang lelaki yang tak ia kenal. Makanya ia memilih jalan memutar untuk sampai ke rumahnya, dengan maksud mengecoh lelaki itu. Ia terus berjalan menunduk. Setibanya di depan rumah, sekilas ia melirik ke belakang. Dan, lelaki itu melemparkan senyum padanya. Cepat-cepat Lusi membuka lantas membanting pintu rumahnya dengan keras. Sampai-sampai lelaki itu pun kaget. Esoknya, ketika Lusi hendak berangkat sekolah, lelaki itu sudah berdiri di s

Memprotes Realitas*

Image
Oleh: Wahyu Noerhadi Apakah neg e riku ini adalah roda Yang macet di tengah lika-liku peradaban Tak kunjung membaik ju g a R.I.P. untukmu: Indonesia -  M. Rifky Fathur Rizqi - Perlu saya sampaikan di awal bahwa, buku ini menghadirkan pelbagai wacana yang dikemas dengan apik oleh mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) STAIN Purwokerto angkatan 2012. Wacana itu dikemas dalam bentuk puisi, cerpen, esai, dan karya tulis ilmiah. Tentu, saya sedikit kewalahan untuk menemukan benang merah dari apa yang mereka sampaikan dalam karyanya. Lantaran saya mesti mondar-mandir dari satu karya ke karya yang lain dalam bentuk yang berbeda, misal dari karya puisi ke karya tulis ilmiah. Namun kita tahu, setiap karya (naskah) diciptakan dengan menggunakan bahasa (baca: tulisan). Kemudian, dengan bersandar pula pada pendapat Sutan Takdir Alisjahbana (Wachid dan Heru, 2011: 5) bahwa bahasa adalah manifestasi atau alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang. Maka, wajar saja