Posts

Showing posts from October, 2014

Rengkuhan

kami dibelai, dibuai hingga damai bukan wanita, harta atau tahta kami di sini direngkuh oleh sang maha kasih sayang, penuh Purwokerto, 2012

Kehendak-Mu

ketika hendakku memandang kau dapat butakan ketika hendakku mengucap kau dapat bisukan ketika hendakku mendengar kau dapat tulikan ketika hendakku menggerakkan kau dapat lumpuhkan bahkan ketika hendakku menghembuskan kau dapat pula menyesakkan hingga terhentikan yaa allah, yaa rahman, yaa rahim yang kuasa atas segala sesuatu mukalafkah aku dalam kehendak-mu Purwokerto, 2012

Direnggut Dariku

Surya terbenam Sinarnya tertelan Direnggut dariku Rembulan tertutup awan Gemilangnya hilang Direnggut dariku 2012

Pertarungan

hancur dan musnahkanlah kepenatan lumat dan lahaplah kegundahan tak ingin arungi lautan hitam tak ingin tapaki hutan kelam biar gelombang dan badai surga menyapa melenyapkan hasutan, bisikan, dan semua yang bukan dari rongga dada Purwokerto, 2012

Kelewang

dan seluruh menghilang entah kemana melayang? enggan kembali berdendang desingan suara lembut n un menancap menusuk relung yang kalut melesat ba k kelewang terhempas segala kepalsuan dan ketamakan dunia sekelumit bagian jiwa tertampar oleh-nya s etidaknya raga dapat me muliakan jiwa seperti bunga muliakan embun dan surya begitu juga se- sederhananya indera d apat merasa apa yang sebenarnya mesti dirasa akhirnya harap tersirami oleh semua y ang bermuasal dari dada Purwokerto, 28 November 2012

Kawanan yang Hilang

Makhluk kecil malang Mencari kawanan yang hilang Terbawa angin, damai dan tenang Dan kini mereka bermain di awan Diriku? Masih melayang Terombang-ambing di udara Terkadang meliuk-liuk Terhempas dan terkapar Di luas padang Purwokerto, 28 November 2012

Kepastian

Menanti apa yang tak perlu dinanti Mengharap apa yang tak usah diharap Menanya apa yang tak harus ditanya Pagi tak menanti embun pergi Senja tak harap debur ombak Lagi malam , tak tanya kabar rembulan Mengapa masih juga Menanti, mengharap, menanya? Purwokerto, 11 November 2012

Ketika Semesta Berkata

Tergoyah jiwa Berdenyut dada Badan tergolek lemas Sejenak jantung tak nafas Pikiran tak lagi ganas Hening semua Ketika semesta berkata: “Tak kau rasa siapa yang menjelma, kau telah lupa? Dia asa yang buruk rupa.” Purwokerto, 10 November 2012

Dikutuki

tiba-tiba tiada bayang di malam tak kuasa cahaya menyerbu dengan macam, mungkin beribu tetap saja, tak nampak bayangku malam paling kelam antara malam yang kelam duka paling nestapa antara duka yang nestapa ah, separah itukah? rembulan, gemintang nampakkan, tak pancarkan mengutuki, menyumpahi: “musnah engkau ditelan kelam!” ah, semesti itukah? sekitar malam pun turut bertoleh sambil berkecut beramai, bergumam: “mampus engkau dilanda nestapa!” Purwokerto, November 2012

Cahaya Itu

seberkas cahaya menghampiri remangku membias, menjelma jadi diriku ia berjalan dan merangkulku kemudian mengelus dadaku jari-jemarinya menusuk-nusuk kalbu mengoyak jantungku hingga terbuka rongga diriku Purwokerto, Oktober 2012

Sajak Lebaran

allahu akbar allah akbar allahu akbar laa ilaaha illallahu allahu akbar allahu akbar walillahilhamdu usailah setelah sebulan berperang kita tinggalkan medan perang simpan pula perisai dan pedang dalam jiwa yang tenang sebab, rembulan pun telah di tepian jurang rembulan kemarin sudah usang kembali terlahir dengan matang rembulan yang menyibak tirai kegelapan memberi sinar terang menuju kemenangan yang telah kita perjuangkan namun, apa sempurna kemenangan? maka, biarlah tangan bertangadah lahir dan batin berucaplah! biar kita raih meski hanya se- dzarah kemenangan Banyumas, 2012

Sajak Ramadan

senang, riang, tanpa bimbang aku berseru, aku akan berperang pertempuran selama satu bulan dari terbit hingga tenggelam dari permulaan hingga penghabisan dari bulan ke bulan perang ini semoga selalu berulang biar darah terus menentang dan dada akan slalu berjuang Purwokerto, 2012

Bungaku Tak Indah Lagi

kau selalu rekah merah indah kupu-kupu berterbangan ingin hinggapimu kumbang berjejer ingin mencecapmu dan mentari, embun, sepoi, selalu indahkanmu namun kini tidak bagiku aku resah karena rekahmu aku gundah oleh merahmu dan aku acuh tentang indahmu bagiku rekah itu menjerit makin keras merah itu kian terkelupas hingga indah itu terkuras Bogor, Agustus 2012

Potret Pagi

surya selalu bersabar karena malam tentu berkabar langit biru pun belum menebar dan sunrise mulai menjalar kokok ayam tak terdengar dibekap raungan kendaraan yang saling menampar sampai jiwa dan rasaku memar gedung-gedung yang berdiri kekar berdiri kuat walau tak berakar hingga langit kian tercakar dan orang-orang saling berkelakar: dan di sinilah pentas kehidupan siap digelar Jakarta, 31 Juli 2012

Tak Perlu Tanyakan

Kupandang Dia balik pandang Kukedip Dia balik kedip Ku amati terus rupanya Dia pun tak mau kalahnya Akhirnya kugerak Dia masih gerak pula Aku pikir “siapa dia?” Apa dia pikir “siapa aku?” Tak perlu juga aku-dia tanyakan Toh, aku-dia  serupa ! Tapi apa mungkin dia-aku? Purwokerto,  2 Juni 2012

Tawakal

Dia hadir lagi Kemudian berlalu pergi Biarlah seperti ilalang tertiup angin Ia akan mengerti arti sujud Ia akan memahami tunduk dan patuh Purwokerto, Mei 2012

Tak Bagai Embun dan Rembulan

Lagi, seperti ini Terus dan terus terjadi Di mana mesti kujelajahi Diri yang teguh pada garis ilahi Hidup memang tak harus terpikir segalanya Tak dapat pula akal meramalnya Tak seperti burung yang kadang bisa kita tebak Ketika menukik ke sarangnya Tak seperti kumbang yang kadang bisa kita tunjuk Ketika akan hinggapi bunganya Burung-burung mungkin bersiul berdoa lirih Kumbang-kumbang mungkin khusyu bertasbih Mereka pasti menatapku sedih Yang tak pasti pun tak gigih Tak bagai embun yang basahi dedaunan Tak bagai rembulan yang mengindah malam Purwokerto,   Januari 2012