Posts

Showing posts from 2018

Kondisi Tayangan Televisi Kita

Image
Ilustrasi: pexels.com Oleh: Noerhadi WN Saya sampaikan di awal, tulisan ini adalah hasil dari catatan saya sebagai mahasiswa ketika dosen menyampaikan materi terkait Kapitalisme Media pada mata kuliah Ekonomi Politik Media, yang saya gabungkan dengan hasil catatan ketika menonton beberapa video di channel YouTube Remotivi , sebagai Pusat Kajian Media dan Komunikasi.  Keduanya saya gabungkan dan saya kembangkan. Sementara itu, judul di atas saya kira sudah kita pahami bersama; seperti apa kondisi tayangan televisi kita yang akhirnya sering bikin muak dan mual.  Bagaimana tidak mual, hampir tiap jeda iklan, kita terus-menerus dicekoki Mars Perindo misalnya.  Atau di stasiun televisi swasta lain, kita disuguhi debat politik—bukan pendidikan politik—yang justru sering bikin kita emosi sendiri atas argumen, tingkah-polah para politisi dan simpatisan partai itu. Atau, ada juga tayangan-tayangan sinetron yang karena kejar tayang akhirnya si penulis cerita berbuat seenaknya, misal m

Harakah An-Nahdliyyah li Az-Zakah*

Image
Oleh: Ma'ruf Amin** "Berzakatlah kalian seperti shalat, puasa, haji karena itu kewajiban." Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Asaakir, dari Jabir bin Abdillah RA, dari Rasulullah SAW, Allah berfirman,  “Inna hadza diinun irtadloituhu linafsi, lan yushlihahu illaa as-sakhoo-u wa husnul khuluq, fa akrimuuhu bihima maa shohibtumuuhumaa."  (Inilah agama yang Aku ridhai untuk diri-Ku. Tidak ada yang mampu membuatnya bagus, kecuali kedermawanan dan akhlak yang bagus. Karena itu, muliakanlah agama ini dengan yang dua itu selama kamu melestarikannya). Mengapa kedermawanan? Sebab harta adalah titipan Allah. Titipan itu bisa benar-benar menjadi anugerah kalau manfaatnya mampu menetes kepada lingkungan. Bagi seorang mukmin, segala isi dunia ini, termasuk harta, harus berfungsi ibadah. Ibadah berarti infak.  “Wa mimmaa rozaqnaahum yunfiquun."  (Dan sebagian dari yang Kami anugerahkan, mereka infakkan: derma). Sungguh merugi,

Baran, Film yang Tenang dan Menyenangkan

Image
Cover film Baran (2001) Baran (2001), seperti kata kawan saya, memang film yang menyenangkan dan layak untuk ditonton ulang. Film garapan sutradara dan penulis Iran Majid Majidi ini, bisa dibilang film yang hampir bisu atau minim dialog. Ya, mungkin seperti film-film Iran yang lain; hampir bisu dan dengan pemandangan yang seakan apa adanya. Mungkin sudah jadi karakter film Iran. Saya pernah juga lihat film Iran yang lain; Close-Up (1990), besutan Abbas Kiarostami. Pun demikian. 'Tenang' dan menyenangkan. Beda dengan film-film Hollywood, yang menawarkan pemandangan (gambar) indah; saking kerennya jalan cerita bikin takjub sekaligus dahi berkerut; juga film-film mutakhir penuh dengan kecanggihan efek CGI. Ya, memang tergantung genre dari film itu sendiri sih. Dan, tontonan kita (saya) tampaknya memang terlalu didominasi Hollywood sih! Kawan saya yang lain bilang, film Hollywood sekarang minim (atau miskin) rasa. "Sci-fi memang jagonya, tapi kalo drama ya me

Persamaan Medsos dan Narkoba

Image
Sabrang atau Noe 'Letto' jelaskan Revolusi Industri 4.0 dalam diskusi publik di Gedung PBNU. Foto: NU Online Terdapat dua hal barang/jasa di dunia ini yang menjadikan pelanggan sekaligus pengguna, yaitu medsos (media sosial) dan narkoba. Keduanya sama-sama bersifat adiktif. Demikian disampaikan oleh Sabrang Mowo Damar Panuluh atau yang juga dikenal Noe 'Letto' dalam  Diskusi  Politik dan Cyber Menuju Medsosul Karimah  di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Selasa (6/03) malam. "Medsos dan narkoba sama-sama membuat adiksi (kecanduan) dan didesain untuk membangun habit (kebiasaan) manusia," ungkap Sabrang dalam diskusi yang diselenggarakan Pengurus Pusat Pagar Nusa. Putra budayawan Emha Ainun Najib itu memberikan contoh, ketika ada bunyi pesan dari  handphone , kita langsung ingin segera membuka isi pesan itu. "Ketika ada bunyi 'ting' di hp yang menandakan adanya pesan, rasanya kita 'gatal', ingin sekali untuk membukanya. Sete

Fanatisme Pintu Masuk Setan Menguasai Manusia

Image
Ulil Abshar Abdalla sedang menyampaikan penjelasan kitab Ihya Ulumuddin , masterpiece karangan ulama Imam Ghazali. Ada beberapa pintu masuk atau cara setan menggoda dan menguasai manusia. Salah satunya yaitu fanatisme atau sifat fanatik. Fanatisme yang dimaksud adalah fanatisme terhadap mazhab dan juga fanatisme atas ahwa (pendapat). Penjelasan di atas disampaikan oleh Ulil Abshar Abdalla dalam pengajian bulanan 'Kopdar Ngaji Ihya' di Masjid An-Nahdlah PBNU, Kamis (1/03) malam. "Mazhab ini maksudnya aliran di dalam fiqih, sedangkan ahwa yaitu pendapat atau teori dalam ranah teologi. Di dalam fiqih pun ada  fiqih ihtiyathi  yang galak (tegas, red.) karena hati-hati,  dan ada juga  fiqih taisiri  yang lebih enteng, lebih santai," jelas Ulil sembari mengamati kitabnya. Dari Kitab  Ihya Ulumuddin  karya filsuf Islam terkemuka Imam Al-Ghazali, Ulil memaparkan bahwa fanatisme atas mazhab dan pendapat itu bisa melahirkan sifat dengki atau iri hati kepad

Hidup Hanya Singgah untuk Memandang dan Mendengarkan

Image
Catatan Wahyu Noerhadi Lukisan bertajuk "Merajut Tali Persaudaraan" karya A. Nazilie (2017) Siang  itu, tidak sengaja aku berjumpa dengan seorang kawan di kantin kampus. Duduklah kita; pesan makan-minum, merokok, dan ngobrol. “Satu waktu pas gue mau liputan di tempat penggusuran, gue iseng-iseng tanya perasaan si ibu yang lapaknya bakal kena gusur. Si ibu itu punya anak tiga, kecil-kecil, dan suaminya nggak tau ke mana. Gue ‘kan sedih, ya. Dan, elu tau apa jawabannya waktu gue tanya perasaan si ibu itu dan bakal gimana setelah lapaknya digusur?” Pertanyaan yang bukan sungguh pertanyaan. Bang Anto, seorang editor di sebuah media nasional, melanjutkan, “Katanya biasa saja, karena baginya itu hal yang biasa. Si ibu itu bakal cari tempat lain buat lapaknya. Ya, gue liat dan denger sendiri, si ibu itu mengungkapkannya dengan enteng, biasa-biasa saja.” Bang Anto mengambil jeda, mengisap dan mengembuskan asap rokoknya. “Nah, kalo pas gitu, kadang—ya, kadang—