Posts

Showing posts from May, 2015

Sedikit Cerita dari Kawanku

Oleh: Wahyu Noerhadi Akhirnya aku berjumpa lagi dengannya di kantin kampus. Sebenarnya, aku tidak menduga akan kembali berjumpa dengannya, meski aku pun mafhum, tiap pagi ia dan kawan-kawannya bakal nongkrong dan memesan ‘sesajen’ (kretek dan kopi hitam) di sini. Kini ia memang tampak lebih kurus ketimbang waktu kami masih sering bersama, ketika kami masih semester 3. Selain lebih kurus, janggutnya pun terlihat lebih lebat. Namun, ada satu yang tidak berubah darinya, yaitu penampilannya. Ya, penampilannya itu—yang kerap membuat orang barang sejenak tak bisa mengalihkan pandang padanya—selalu saja perlente. “Hey, bagaimana kabarmu?” “Ya, seperti yang kau lihat,” jawabnya sembari menarik kursi, dan duduk di hadapanku. Sekitar lima belas menit kami berbasa-basi: saling menanyakan kabar dan kesibukan. Setelah lima belas menit yang membosankan itu, ia pun mulai mengubah air mukanya. Ia memang nampak sedang memenjarakan sesuatu dalam kepalanya, dalam hatinya. Hal itu bisa kulihat d

Redupnya Cahaya di Wajah Nurlaela*

Image
oleh Wahyu Noerhadi Dengan amarah yang berkobar, mata golok siap menyambar. Urat leher siap jadi sasaran. Jerit orang-orang pun membuat suasana kian menegangkan. *** Perempuan berlesung pipit, bermata sipit, berambut ikal, dan bertubuh langsing itu adalah bibiku dari jalur ibu. Namanya Nurlaela. Mungkin maksudnya Nurlaila, yang dalam Bahasa Arab artinya cahaya malam. Namun, sepertinya, orang Sunda memang sudah terbiasa melafalkan “ai” menjadi “ae”. Ya, seolah-olah telah meniadakan hukum mad liin dalam ilmu tajwid. Seperti juga, orang Sunda kerap mengubah pengucapan kata atau kalimat yang mengandung huruf “f” menjadi huruf ( hurup? ) “p”. Tetapi, itu hanyalah masalah atau kebiasaan lidah. Bagaimana pun pengucapannya, mungkin maksud hati tidaklah lain. Buktinya, bibiku itu memang memiliki cahaya di wajahnya. Nurlaela adalah anak bontot dari empat bersaudara. Dan, sejak umur 12 tahun ia sudah diitinggalkan kedua orang tuanya. Maka, sejak saat itu kebutuhannya ditanggung ole

Segalanya (memang) tentang Proses

Image
oleh Wahyu Noerhadi Di sebuah workshop atau kelas-kelas kepenulisan, mungkin akan selalu ada pertanyaan seperti ini: “Bagaimana sih cara membuat tulisan yang baik?”. Ya, pertanyaan semacam itu barangkali sering atau setidaknya pernah muncul di batok kepala kita—yang berkeinginan jadi penulis. Pertanyaan itu merupakan pertanyaan penting dan klise. Setelah saya cari tahu, ternyata jawabannya amatlah simpel. Kalau tidak keliru, saya pernah dengar Pram, ketika mendapatkan pertanyaan seperti di atas, beliau menjawab: “Nulis, nulis saja!” Saya sepakat dengan jawaban simpel itu. Saya pikir, segalanya memang tergantung pada diri kita. Nasib ada di kita. Kita tidak mungkin jadi penulis, jika tiap hari kerjaan kita memukuli orang. Jika kita lebih gemar memukuli orang, sepertinya kita lebih cocok jadi preman atau pegulat ketimbang penulis. Ya, jika kita betul-betul ingin jadi penulis maka kita hanya perlu menulis, menulis, dan menulis. Menulis kapan pun dan di mana pun, kecuali dalam w