Tentang Atticus Finch

10

Atticus sudah uzur; usianya hampir lima puluh. Waktu aku dan Jem bertanya mengapa dia begitu tua, katanya dia terlambat memulai, yang kami kira memengaruhi kemampuan dan kejantanannya. Dia jauh lebih tua darpada para orangtua teman sekolah kami, dan tak ada yang dapat aku atau Jem katakan tentang dia ketika teman-teman kami berkata, “Kalau ayah-ku…
Jem gila football. Atticus tak pernah terlalu lelah untuk menemani berlatih, tetapi kalau Jem ingin men-tackel dia, Atticus berkata, “Aku sudah terlalu tua untuk itu, Nak.”
Ayah kami tidak punya keistimewaan apa-apa. Dia bekerja di kantor, bukan di toko. Atticus tidak mengendarai truk sampah untuk pemerintah county, dia bukan sherrif, dia tidak berkebun, bekerja di bengkel, atau melakukan apa pun yang bisa menimbulkan kekaguman orang.
Selain itu, dia berkacamata. Mata kirinya hampir buta, dan mata kiri yang bermasalah adalah kutukan keluarga Finch. Kalau ingin melihat sesuatu dengan lebih jelas, dia menoleh dan melihat dengan mata kanannya.
Dia tak melakukan hal-hal yang yang dilakukan ayah teman-teman sekolah kami: dia tak pernah berburu, dia tak pernah bermain poker atau memancing atau minum alkohol atau merokok. Dia duduk di rumah dan membaca. (Harper Lee, 2015: 134)

Begitulah pandangan Scout, anak SD, tentang ayahnya. Ya, saya belum selesai membacanya. Dan saya pikir dari bagian ini cerita inti akan dimulai; pada akhir bab 10 inilah Scout dan Jem mengagumi ayahnya sebagai seorang penembak jitu se-Maycomb.


Penerjemah Femmy Syahrani
Diterbitkan oleh Penerbit Qanita PT Mizan Pustaka, Edisi Keempat (September, 2015)

Comments

Populer Post

KEHIDUPAN DAN “PELAJARAN MENGARANG” DARI SANG PENGARANG

Isi Kepala Sapto*

Hidup Hanya Singgah untuk Memandang dan Mendengarkan

Menengok Adat Suku Sasak di Kampung Sade

Pembelaan yang Datang Terlambat