Melihat Kegilaan "Vegetarian"

cover depan "Vegetarian"

- Catatan tentang Novel "Vegetarian" Han Kang

Kekinian, boleh kubilang ini sebuah prestasi pribadi; pengalaman membaca yang menurutku sukses, karena biasanya aku tidak kerasan (malas) dan sering berganti-ganti bacaan. Bahkan beberapa bacaan masih belum kubuka plastiknya, apalagi dibaca. Dibaca sebentar, lalu bosan atau—alasan—gak sempat.

Sudah begitu, nyari atau dapat referensi lain lalu beli buku baru lagi. Di lemari, mungkin ada buku yang sudah setahun kubeli tapi belum sempat atau tidak kunjung selesai kubaca.

Intinya, sudah sangat jarang aku bisa merampungkan novel atau kumcer dalam waktu kurang dari sebulan, sebelum di sudut rak toko buku istriku mendapati segenggam novel pemenang Nobel Sastra tahun 2024 ini: Vegetarian.

*

Seperti kata AS Laksana dan diajarkannya di buku penulisan kreatif atau dalam tulisan-tulisannya di Facebook, bahwa paragraf pertama adalah yang utama; jurus jitu untuk menarik minat pembaca. Yang kuingat, dia mencontohkan novel masterpiece-nya Gabriel Garcia Marquez yang kemudian difilmkan itu.

Dan itu juga yang kutemui pada kalimat dan paragraf awal novel milik Han Kang; memikat dengan narasi-narasi 'sederhana'. Semacam apa adanya tapi bukan murni apa adanya. Tidak dibuat-buat, tapi itu dibuat.

*

Sampai beberapa halaman di bagian pertama, aku lantas berpikir: sepertinya Han Kang orang yang cukup jenaka, dan aku seperti jarang menemukan penulis perempuan yang jenaka.

“Bau daging dari pori-pori”, atau ibu Young Hye si tokoh utama yang merasa jadi tidak punya muka karena tidak enak hati ke menantunya.

*

Ada bagian 'brutal' dan intens saat si bapak dengan paksa menjejalkan daging babi asam manis ke mulut anak perempuannya yang vegetarian.

Ada bagian tentang ingatan si Vegetarian saat masih bocah menatap mata anjing berdarah-darah bercampur busa, yang diikat-ditarik motor bapaknya; setelah dewasa itu menjadi seperti trauma dan karma.

Terkait hewan—seperti yang pernah kusinggung dalam tulisan lain—dalam beberapa tahun ke belakang, memang tampak ada semacam perhatian atau kesadaran lebih dari banyak manusia untuk bisa akrab dengan hewan; hidup berdampingan dengan anjing, kucing, biawak, atau trenggiling.

*

Bagian 1, tentang profil si vegetarian dengan POV atau suara dari suaminya. Bagian dengan kegilaan yang paling mengesankan dan membuatku bergairah melanjutkan halaman demi halaman seperti menonton film di bioskop yang enggan dan memang tidak bisa kita pause tiba-tiba.

Bagian 2, perkara isi pikiran 'seniman' kakak ipar dari Young Hye dengan suara si narator.

Betul, seperti yang ditestimonikan Intan Paramadhita, bagian ini memuat estetisasi kegilaan. Tapi tidak cuma itu, kita diperlihatkan kegilaan lain dalam novel Han Kang ini.

Bagian 3, dengan alur maju-mundur memberikan porsi lebih ke pikiran, empati, ketidak-mengertian sang kakak kepada adiknya yang sudah tergolek di dunianya sendiri, yang bukan sekadar akibat vegetarian dan sama sekali tidak mau makan.

Bagian ini menggambarkan bagaimana kondisi fisik-psikis si vegetarian, kenangan masa kecil dia dan adiknya, juga kecamuk pikiran dan kerapuhan manusia dewasa.

*

Membaca prosa puitis yang intens dari “Vegetarian” ini seperti menonton film “Parasite” yang juga asal Korsel dan menang Oscar; keduanya penuh kengerian yang memikat.

Membaca tiap sub-bagian novel ini seperti melihat transisi antar scenes di klip video atau film, yang sepersekian detik berwarna gelap sebelum berpindah (transisi) ke scenes selanjutnya; sinematik.

Dan, itu sepertinya betul-betul disajikan secara sadar dan detail oleh Han Kang, mulai dari alur, penokohan, latar, dan seterusnya dan seterusnya.

*

Membaca “Vegetarian” adalah pengalaman yang mengesankan dan memikat sejak paragraf pertama; sukses membuatku kerasan terus membalik halaman demi halaman, seperti tidak sabar untuk menuntaskan ‘kegilaan’ di dalamnya.

Jakarta, 13/11/2024

Comments

Populer Post

KEHIDUPAN DAN “PELAJARAN MENGARANG” DARI SANG PENGARANG

Isi Kepala Sapto*

Hidup Hanya Singgah untuk Memandang dan Mendengarkan

Menengok Adat Suku Sasak di Kampung Sade

Pembelaan yang Datang Terlambat