oleh Wahyu Noerhadi “Ini acara selesai jam berapa, Mas?” sapa pemuda di depanku sembari menengok ke arlojinya. “Di manual acaranya sih sampai jam dua belas, tapi kebiasaan kita ‘kan mulur. Jadi, ya, paling banter kita selesai jam tiga pagi kayaknya Mas. Ho-ho-ho,” jawabku kepada pemuda yang belum kuketahui namanya itu. Percakapan itu terjadi sesaat sebelum aku mencolek pipi kiri Ayu, teman sekelasku yang juga kekasih dari pemuda yang belum kuketahui namanya itu. Kemudian, dengan air muka yang tak bisa kujelaskan, pemuda itu bangkit dari kursi dan tiba-tiba menepuk pundakku, lalu mengajakku ke luar ruangan. “Kalau memang lelaki, ayo kita selesaikan di sini!” geretak pemuda itu dengan tangannya mencengkeram kerah bajuku. “ Lho, lho, lho, Mas...” Belum selesai aku bicara. Buuuggg. Satu tinju mendarat di pipi kiriku. Aku kebingungan dan pemuda itu terus saja meracau sambil mengendurkan kerah bajuku, dan berlalu. Ayu, yang berdiri tegap di belakangku ikut berlalu bersama k